Sabtu, 24 November 2012

urgensi agama dalam kehidupan


A.    LATAR  BELAKANG MASALAH

Dalam beberapa sumber bacaan mengenai keagamaan, dapat dijumpai berbagai kata yang menunjuk pada pengertian agama. Pengertian agama dapat dilihat dari segi kebatasan (etimologis) dan segi istilah. Mengartikan agama ari sudut kebahasan akan terasa terasa lebih mudah dari pada mengartikan agama dari sudut istilah ini sudah mengandung muatan subjektif dari orang yang mengartikannya.

Agama adalah kata yang sangat mudah diucapkan dan mudah pula menjelaskan maksudnya, khususnya kepada orang awan, tetapi sangat sulit memberikan definisi yang tepat bagi para ahli. Hal ini disebabkan, antara lain dalam menjelaskan sesuatu secara ilmiah mengharuskan adanya rumusan yang mampu menghimpun semua unsur yang didefinisikan sekaligus mengeluarkan seala yang tidak termasuk unsurnya. Kemudahan yang diambil orang awan disebabkan oleh cara mereka dalam merasakan kehadiran agama dan perasaan itulah yang mereka lukiskan.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin mengetahui :
1.      Bagaimana pentingnya agama dalam kehidupan.
a.       Pengertian agama dari segi kebahasaan (etimologis) dan segi istilah (terminologis).
b.      Unsur-unsur dalam agama.
c.       Kebutuhan manusia terhadap agama.
d.      Fungsi dan peran agama dalam kehidupan.

2.      Tujuan Permasalahan
a.       Ingin mengetahui pengertian agama dari segi kebahasaan (etimologis) dan dari segi istilah (terminologis).
b.      Ingin mengetahui unsur-unsur dalam agama.
c.       Ingin mengetahui sebab manusia membutuhkan agama.
d.      Ingin mengetahui fungsi dan peran agama dalam kehidupan.
B.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian Agama
Agama dari sudut bahasa (etimologis) berarti peraturan-peraturan tradisional, ajaran-ajaran, kumpulan-kumpulan hukum yang turun-temurun dan ditentukan oleh adat kebiasaan. Agama itu sebenarnya berasal dari bahasa sanskerta, yaitu A dan Gam. A artinya tidak dan Gam artinya pergi. Jadi bermakna tidak pergi yang berarti tetap di tempat.
Agama sama artinya dengan peraturan dalam bahasa Indonesia. Agama asalnya terdiri dari dua suku kata, yaitu a berarti tidak dan gama berarti kacau. Jadi, agama mempunyai arti tidak kacau.
Dalam bahasa arab agama berasal dari kata ad-din (`ƒ9#), dalam bahasa latin, yaitu dari kata religi, dan bahasa inggris Religion. Adalagi pendapat yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Harun Nasution mengatakan bahwa asal kata religi adalah Relegare yang mengandung arti mengumpulkan, membaca, mengikat.[1]
Secara istilah para ahli mengemukakan definisi agama sebagai berikut:
a.       WJS. Poerwadarminta
Agama adalah segenap kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa dan sebagainya) serta dengan kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.
b.      Adi Negoro
Agama adalah suatu keyakinan pada yang maha kuasa, yang dirasa oleh manusia sebagai kekuatan gaib yang mempengaruhi kehidupannya dan dianggap mempengaruhi segala yang ada, serta mula jadi segala-galanya dalam alam ini.
c.       Asy-Syahrastani
Agama adalah ketaatan dan kepatuhan dan tekadang bisa diartikan sebagai pembalasan dan perhitungan terhadap amal perbuatan diakhirat.
Harun Nasution mendefiniskan agama sebagai berikut:
1)      Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan keuatan gaib yang harus dipatuhi.
2)      Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
3)      Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada diluar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4)      Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5)      Suatu sistem tingka laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib.
6)      Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib.[2]  


2.      Unsur-Unsur Dalam Agama
Unsur-unsur penting dalam agama sebagaimana dijelaskan oleh Harun Nasution adalah sebagai berikut:
a.       Unsur kepercayaan terhadap kekuatan gaib.
Kekutan gaib tersebut dapat mengambil bentuk yang bermacam-macam. Dalam agama primitif kekuatan gaib tersebut dapat mengambil bentuk benda-benda yang memiliki kekuatan misterius (sakti), ruh atau jiwa yang terdapat pada benda-benda yang memiliki kekuatan misterius; dewa dan Tuhan atau Allah dalam istilah yang lebih khusus dalam agama islam.
b.      Unsur kepercayaan bahwa kebahagian dan kesejahteraan hidup di dunia ini dan diakhirat nanti tergantng pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib dimaksud. Dengan hilangnya hubungan yang baik itu, kesejahteraan dan kebahagian yang dicari akan hilang pula hubungan baik itu selanjutnya diwujudkan dalam bentuk peribadatan, selalu mengingat-Nya, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
c.       Unsur respon yang bersifat emosional dari manusia.
Respon tersebut dapat mengambil bentuk rasa takut atau perasaan cinta selanjutnya respon tersebut dapat pula mengambil bentuk penyembahan seperti yang terdapat pada agama-agama menoteisme, dan pada akhirnya respon tersebut mengambil bentuk dan cara hidup tertentu bagi masyarakat yang bersangkutan.
d.      Unsur paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab suci yang mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan, tempat-tempat tertentu, peralatan untk menyelenggarakan upacara dan sebagainya.

3.      Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
Secara naluri manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini diluar dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengakui kesulitan hidup, musibah dan berbagai bencana ia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskan dari keadaan itu ini dialami setiap manusia. Naluriah ini mmbuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan sang khaliqnya.
Dalam syariat Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunah menetapkan titik tolak pengkauan dan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an tentang kebesaran, keagungan dan kesucian Allah SWT berfirman:

ö/ä3ßg»s9Î)ur ×m»s9Î) ÓÏnºur ( Hw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ß`»yJôm§9$# ÞOŠÏm§9$# ÇÊÏÌÈ    
Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Baqarah[2] (163).


Kebutuhan manusia terhadap agama dapat disebabkan karena masalah prinsip dasar kebutuhan manusia. Ada 2 faktor yang menyebabkan manusia memerlukan agama tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Faktor Kondisi Manusia
Kondisi manusia terdiri dari beberapa unsur, yaitu unsur jasmani dan unsur rohani untuk membutuhkan kedua unsur tersebut harus mendapat perhatian khusus seimbang. Unsur jasmani membutuhkan  pemenuhan yang bersifat fisik jasmani. Kebutuhan tersebut adalah makan-minum, bekerja-istirahat yang seimbang, olahraga dan segala aktivitas jasmani yang dibutuhkan. Unsur rohani membutuhkan pemenuhan yang bersifat psikis (mental) rohani-kebutuhan tersebut adalah pendidikan agama budi pekerti, kepuasaan, kasih sayang dan segala aktivitas rohani yang seimbang.
Memahami hal tersebut, Tuhan memberikan bimbingan kepada manusia untuk beragama. Kebahagian melalui agama adalah kebahagian hidup di dunia  dan diakhirat, seperti dilansir dalam Al-Qur’an bahwa manusia selalu berdoa sebagai berikut:
!$oY­/u $oYÏ?#uä Îû $u÷R9$# ZpuZ|¡ym Îûur ÍotÅzFy$# ZpuZ|¡ym $oYÏ%ur z>#xtã Í$¨Z9$# 

 "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka" (Q.S. Al-Baqarah: 201)

Untuk keseimbangan dunia akhirat nabi pun bersabda; bekerjalah untuk kehidupan duniamu seolah-olah engkau akan hidup dalamnya dan bekerjalah untuk akhirat mu seolah-olah engkau akan mati besok (Al-Hadits).

b.      Faktor Status Manusia
Ditinjau dari sudut jasmani manusia diciptakan Tuhan sangat sempurna. Jika dibandingkan dengan makhluk-makhluknya lain. Allah menciptakan manusia lengkap dengan berbagai kesempurnaan, yaitu kesempurnaan akal dan pikiran, kemulian dan berbagai kelebihan lainnya. Allah SWT berfirman.
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ     
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . (Q.S. At-Tin: 4).

Manusia dengan kelengkapan yang dimiliki, Allah menempatkan mereka pada permulaan yang paling atas dalam gari harizontal sesama makhluk. Dengan akal manusia mengakui adanya Allah. Dengan hati nuraninya manusia menyadari bahwa dirinya tidak terlapas dari pengawasan dan ketentuan Allah.
Karena agamalah yang mengajarkan manusia mengenal Tuhannya dan menjelaskan cara-cara berhubungan dengan sang pencipta. Agama mengajarkan cara berkomunikasi dengan sesamanya, dengan kehidupannya dan lingkungannya.

4.      Fungsi dan Peran Agama Dalam Kehidupan
Fungsi dan peran agama dalam kehidupan dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut:
a.       Agama Memberi Makna Rohani
Jasmani dan rohani manusia harus diberi makan, kalau tidak keduanya akan sakit dan akhirnya akan rusak jasmani yang sakit dan rusak akan mudah diketahui dan dirasakan manusia. Akan tetapi kalau rohani yang sakit dan rusak biasanya sulit diketahui dan dirasakan manusia. Dalam kaitan ini Dzakiah Drajat mengatakan: kesehatan mental (kesehatan iman) yang terganggun dapat mempengaruhi keseluruhan hidup seseorang pengaruh itu dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu; perasaan, fikiran (kecerdasan) kelakuan dan kesehatan badan”. Selanjutnya beliau mengatakan “kesehatan mental kesehatan iman) yang terganggu mendorong seseorang untuk berbuat hal-hal yang tidak baik, seperti suka mengganggu ketenangan dan hak orang lain, mencuri, menyakiti atau menyiksa orang lain, memfitnah dan sebagainya.
Rohani karena dari Allah, maka makanan yang sesuai ialah yang berasal dari Allah. Allah sudah memberi tahukan kepada manusia bahwa makanan rohani ialah agama-Nya, yaitu agama Islam.
b.      Agama menanggulangi kegelisahan hidup
Kegelisahan akan mempengengaruhi seluruh kehidupan manusia, baik jasmani maupun rohani. Kartini Kartono dalam bukunya “mental hygiene (kesehatan mental)” mengatakan; ketegangan-ketegangan batin menyebabkan munculnya rasa permusahan, kemarahan atau agresi, ketakutan-ketakutan yang kronis, rasa rendah diri, cara hidup yang sok, pura-pura dan suburnya budaya kompetisi secara tidak sehat.
Comby Robinson mengatakan “80% dari pasien yang dirawat di berbagai rumah sakit di Amerika Serikat berasal dari penyakit yang disebabkan oleh kegelisahan.
Dengan demikian jelaslah bahwa kegelisahan, kekhawatiran dan kecemasan mempengaruhi seluruh kehidupan manusia terutama pada hal-hal yang buruk. Karena itu kegelisahan harus ditanggulangi. Dalam menanggulangi kegelisahan, upaya pertama yang harus dilakukan adalah mencari sebab-sebab timbulnya kegelisahan sesudah itu barulah usaha menghilangkan sebab-sebabnya. Dan agama adalah satu-satunya jelas dalam upaya mencari penyebab timbulnya kegelisahan sebab kegelisahan adalah soal rohani. 
c.       Agama memenuhi tuntutan fitrah
Fitrah berarti kekuasaan terpendam (laten) yang ada dalam diri manusia, dibawa semenjak lahir dan akan menjadi daya pendorong bagi kepribadannya.
Dalam ajaran Islam, ditegaskan bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatar belakangi perlunya manusia terhadap agama.
d.      Agama mengatasi keterbatasan akal dan tantangan hidup
D.Haxly mengatakan “bilamana manusia hanya berpedoman kepada akal dan ilmunya saja dalam segala persoalannya, maka ia akan setaraf dengan hewn biasa, ia akan kehilangan pribadinya dan tidak akan selamat. Sebab akal hanya dapat membedakan antara baik dan buruk tapi tidak mampu menentukan mana sifat-sifat yang baik dan mana sifat yang buruk.” Oleh karena itu untuk mengatasi kekeliruan dan kegagalan tersebut tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali dengan jalan agama. Jadi manusia bergama adalah untuk mengatasi keterbatasan kemampuan akal yang menyebabkan terjadinya kekeliruan dan kegagalan.
Disamping itu adalah lain yang menyebabkan manusia harus beragama yaitu karena manusia dalam kehidupanna senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bukan bisikan setan. Tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga danpikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Firman Allah SWT.

¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#rãxÿx. tbqà)ÏÿZムóOßgs9ºuqøBr& (#rÝÁuÏ9 `tã È@Î6y «!$# 4

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah…” (Q.S. Al-Anfal: 36)

C.    KESIMPULAN
1.      Agama dari sudut bahasa (etimologis) berarti perarturan-peraturan tradisional, ajaran-ajaran, kumpulan-kumpulan hukum yang turun-temurun dan ditentukan oleh adat kebiasaan. Agama berasal dari bahasa sanskerta, yaitu A dan Gam. A artinya tidak dan Gam artinya pergi. Jadi bermakna tidak pergi yang berarti tetap ditempat.
2.      Secara istilah WJS Poerwadarminto mendefinisikan agama adalah segenap kepercayaan (kepada tuhan, dewa dan sebagainya) serta dengan kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan itu.
3.      Unsur-unsur penting dalam agama sebagaimana dijelaskan oleh Haus Nasution adalah.
a.       Unsur kepercayaan terhadap kekuatan gaib
b.      Unsur kepercayaan bahwa kebahagian dan kesejahteraan hidup didunia dan diakhirat.
c.       Unsur respon yang bersifat emosional dari manusia.
d.      Unsur paham adanya yang kudus (sacred) dan suci.
4.      Ada 2 faktor yang menyebabkan manusia memerlukan agama yaitu faktor kondisi manusia dan faktor status manusia.
5.      Fungsi dan peran agama
a.       Agama memberi makan rohani
b.      Agama menanggulangi kegelisahan hidup
c.       Agama memenuhi tuntutan fitrah
d.      Agama mengatasi keterbatasan akal dan tantangan hidup.


DAFTAR PUSTAKA




Abdullah. M. Yatimin, 2006. Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Amzah

Alim, Muhammad. 2006. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya









[1] Drs. Yatimin Abdullah, MA. 2006.  Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Amzah, hlm. 2
[2] Drs. Muhammad Alim, M. Ag. 2006. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Rosdakarya, hlm. 30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar