BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
merupakan bagian yang inhern dalam kehidupan manusia. Dan, manusia hanya dapat
dimanusiakan melalui proses pendidikan. Karena hal itulah, maka pendidikan
merupakan sebuah proses yang sangat vital dalam kelangsungan hidup manusia. Tak
terkecuali pendidikan Islam, yang dalam sejarah perjalanannya memiliki berbagai
dinamika. Eksistensi pendidikan Islam senyatanya telah membuat kita terperangah
dengan berbagai dinamika dan perubahan yang ada.
Berbagai
perubahan dan perkembangan dalam pendidikan Islam itu sepatutnya membuat kita
senantiasa terpacu untuk mengkaji dan meningkatkan lagi kualitas diri, demi
peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan Islam di Indonesia. Telah lazim
diketahui, keberadaan pendidikan Islam di Indonesia banyak diwarnai perubahan,
sejalan dengan perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang
ada. Sejak dari awal pendidikan Islam, yang masih berupa pesantren tradisional
hingga modern, sejak madrasah hingga sekolah Islam bonafide, mulai Sekolah
Tinggi Islam sampai Universitas Islam, semua tak luput dari dinamika dan
perubahan demi mencapai perkembangan dan kemajuan yang maksimal. Pertanyaannya
kemudian adalah sudahkah kita mencermati dan memahami bagaimana kemunculan dan perkembangan
pendidikan Islam di Indonesia, untuk kemudian dapat bersama-sama meningkatkan
kualitasnya, demi tercipta pendidikan Islam yang humanis, dinamis, berkarakter
sekaligus juga tetap dalam koridor Alqur’an dan Assunah.
B. Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah yang akan dicoba untuk dikaji dan
digali, sehingga diharapkan mampu menambah wawasan terkait pendidikan Islam dan
eksistensinya di Indonesia. Beberapa rumusan masalah tersebut di antaranya:
1. Apa
pengertian Pendidikan Islam ?
2. Bagaimana
akar dan awal mula pendidikan Islam di Indonesia?
3. Apa
saja jenis lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia?
4. Bagaimana
perkembangan pendidikan Islam di Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN AGAMA DI INDONESIA
Secara kultural, pendidikan pada umumnya berada dalam
lingkup peran, fungsi dan tujuan yang tidak berbeda. Semuanya hidup dalam upaya
yang bermaksud mengangkat dan menegakkan martabat manusia melalui transmisi
yang dimilikinya, terutama dalam bentuk transfer of knowledge dan transfer of
values.
Dunia pendidikan Islam mempunyai persamaan dan
kadang-kadang juga memiliki perbedaan. Persamaan akan timbul karena sama-sama
berangkat dari dua arah pendidikan yakni dari diri manusia sendiri yang memang
fitrahnya untuk melakukan proses pendidikan, kemudian dari budaya yakni
masyarakat yang memang mengingkan usaha warisan nilai, maka semuanya memerlukan
pendidikan. Pendidikan nasional merupakan ciri pendidikan Islam. Karena itu,
dalam kurikulum pendidikan, pendidikan keagamaan merupakan bagian terpadu yang
dimuat dalam kurikulum pendidikan maupun yang melekat pada setiap mata
pelajaran sebagai bagian dari pendidikan nilai.
A.
Sejarah Perguruan Agama Islam Di Indonesia
Dalam sejarahnya, sebelum
pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan sistem pendidikan Baratnya yang
modern, pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan formal di
Indonesia. Karena itulah pesantren ini merupakan “Bapak” pendidikan (termasuk
Islam) di Indonesia.
Meskipun kenyataannya
demikian, dalam kaitan ini penulis hanya berusaha memaparkan secara kronologis
dan singkat tentang perjalanan sejarah perguruan agama Islam tersebut sejak
abad ke-19. Tentang mengapa dimulai abad ke-19 sebab saat ini merupakan babakan
baru mengenai kondisi pendidikan Islam di Indonesia, di mana pertumbuhan dan
perkembangan pendidikan Islam sejak saat itu begitu pesatnya, serta
pengelolaannya pun sudah terorganisasi rapi. Kondisi demikian terjadi di
antaranya karena:
1.
Sudah mulai masuknya pemikiran-pemikiran pembaruan
dari Timur Tengah, dan
2.
Mendapat saingan dari pendidikan modern oleh
pemerintah Kolonial Belanda.
1.
Perkembangan Agama Islam Abad XIX dan Kelahiran
Lembaga-Lembaga Islam di Bidang Pendidikan
Masa ini merupakan masa menghebatnya usaha-usaha
pemerintah kolonial Belanda untuk menekankan umat Islam Indonesia dengan
berbagai cara, dari mempersulit masalah perizinan sampai pelarangan berdakwah
atau menyelenggarakan, pengajaran pendidikan agama Islam. Namun, nyatanya
kondisi demikian bukan mematikan semangat umat Islam Indonesia, tetapi justru
umat Islam semakin termotivasi mengembangkan dakwah dan perjuangannya.
Dampaknya dalam dunia pendidikan Islam yang sangat
dirasakan antara lain:
a.
Perubahan sistem pengajaran dari perorangan atau
sorongan menjadi sistem klasikal;
b.
Pemberian pengetahuan umum di samping pengetahuan
agama dan Bahasa Arab.
Diantara para ulama yang
berjasa dalam upaya pengembangan pendidikan Islam, terutama dari model lama di
pesantren tradisional yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama ke sistem madrasah
ialah sebagai berikut.
a.
Syekh Abdullah Ahmad
Beliau
adalah pendiri madrasah Adabiyah di Padang (Sumater Barat) tahun 1909. Madrasah
ini merupakan madrasah pertama di Indonesia. Madrasah Adabiyah pada mulanya
bercorak agama semata, baru pada tahun 1915 ketika menjadi HIS (Holand Inland
School) Adabiyah dimasukan pelajaran umum ke dalamnya.
b.
Syekh M. Thaib Umar
Beliau
adalah pendiri Madrasah School di Batusangkar tahun 1910. Madrasah School telah
memperkenalkan sistem belajar modern. Kurikulumnya pun tidak hanya terbatas
kepada mata pelajaran agama, di antara mata pelajaran umum yang diberikan di
sekolah ini adalah Berhitung dan Aljabar. Madrasah School hanya mampu bertahan
kurang dari empat tahun. Pada 1914 Muhammad Thaib Umar terpaksa menutup
madrasah modernnya.
c.
Rahmah el Yunusiyah
Beliau
mendirikan Madrasah Diniyah Putri di Padang Panjang pada tanggal 1 November
1923. Perguruan agama ini khusus mendidik putra-putri dalam ilmu pengetahuan
agama dan ilmu pengetahuan umum. Tujuan perguruan adalah untuk menghasilkan
calon ibu rumah tangga yang berpendidikan, sehingga dapat menangani tugas-tugas
pendidikan baik di rumah, sekolah, dan dalam masyarakat.
d.
K.H.A. Wahab Hasbullah dan K.H. Mas Mansur
Mereka
mendirikan Madrasah Taswirul Afkar tahun 1914. Madrasah ini juga di samping
memberikan pengetahuan agama diberikan pula pengetahuan umum.
e.
K.H. Hasyim Asy’ari
Beliau
mendirikan Madrasah Salafiah di Tebuireng Jombang Jawa Timur tahun 1916.
f.
K.H. Ahmad Dahlan
Lewat
organisasi Muhammadiyah yang ia dirikan pada 18 November 1912, mendirikan
berbagai lembaga pendidikan dengan menggunakan sistem modern, dengan memadukan
pengetahuan agama dengan pengetahuan umum yang diajarkan di lembaga-lembaga
pendidikannya.
g.
Dan lain-lain
Organisasi Islam yang lahir dan bergerak dalam bidang pendidikan dan
sosial kemasyarakatan seperti berikut ini.
a.
Muhammadiyah
Organisasi
ini didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 M/H Zulhijah
1330 H. Muhammadiyah bertujuan untuk memperluas dan mempertinggi pendidikan
agama Islam secara modern, serta memperteguh keyakinan tentang agama Islam
sehingga terwujudlah masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Muhammadiyah
banyak mendirikan sekolah-sekolah umum, yaitu madrasah ibtidaiyah setingkat SD,
madrasah tsanawiyah setingkat SLTP, madrasah muallimin setingkat SGB, madrasah
Muballighin/muballighat setingkat SGA dan madrasah diniyah yang khusus
mengajarkan agama.
b.
Jami’at Khair
Organisasi
ini didirikan pada tanggal 17 juli 1905 oelh Sayid Muhammad Al-Fachri bin Abdur
Rahman al-Masyhur, Syaid Idrus bin Ahmad bin Syihab, dan Syaid Syehan bin
Syehab, di jakarta. Jami’at Khair mendirikan sekolah tingkat dasar,
mendatangkan pengajar profesional dari luar negeri seperti Al-Hasyimi dari
Tunisia, Syekh Ahmad Surkati dari Sudan, syEKH Muhammad Thaib dari Maroko, dan
syEKH Muhammad Abdul Hamid dari Mekkah. Jami’at Khair merupakan organisasi
pertama yang memulai organisasi dengan bentuk modern dalam masyarakat Islam
Indonesia.
c.
Irsyad
Organisasi
ini didirikan di Jakarta pada tahun 1913 dan mendapat pengakuan dari pemerintah
Hindia Belanda pada 11 Agustus 1915.
Al-Irsyad
merupakan madrasah yang tertua sekaligus termasyhur di Jakarta, dipelopori oleh
Syekh Ahmad Surkati. Tujuannya adalah memajukan pelajaran agama Islam yang
murni di Indonesia, khususnya orang-orang Arab (nama liberal daripada Jami’at
Khair) Al-Irsyad juga memiliki madrasah-madrasah, seperti Awaliyah (3 tahun),
Ibtidaiyah (4 tahun), Tajhiziah (2
tahun) Mu’alimin (4 tahun) dan Takhassus (2 tahun).
d.
Perhimpunan Umat Islam
Ini
merupakan fusi perikatan umat Islam yang didirikan di Majalengka Jawa Barat
oleh K.H. A. Halim pada tahun 1917 dan Al-ittihad Al-Islamiyah yang didirikan
di Sukabumi oleh K.H.A. Sanusi pada tahun 1931. Mendirikan beberapa lembaga
pendidikan yaitu Madrasah Diniyah (6 tahun), Madrasah Tsanawiyah (4 tahun), dan
Madrasah Aliyah (4 tahun).
e.
Persatuan Islam (Persis)
Persis
merupakan organisasi sosial, pendidikan, dan keagamaan yang didirikan di
Bandung pada 17 September 1923 atas prakarsa K.H. M. Zamzam dan H. Muhammad
Yunus, dua orang saudagar asal Palembang yang telah lama menetap di Jawa Barat.
Persis memiliki beberapa lembaga pendidikan, di antaranya Taman Kanak-kanak
HIS, sekolah MULO, sekolah guru dan beberapa pesantren.
f.
Nadhlatul Ulama (NU)
NU
didirikan pada 31 Januari 1926 di Surabaya dengan tokoh yang memprakarsai
berdirinya. K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Wahab Hasbullah. Mendirikan Madrasah
(di samping tentunya pesantren), dengan susunannya adalah Madrasah Awaliyah (2
tahun), Ibtidaiyah (3 tahun), Tsanawiyah (3 tahun), Muallimin Wustha (2 tahun),
dan Mu’allimin ‘Ulya (3 tahun).
g.
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI)
Merupakan
organisasi sosial yang didirikan pada 5 mei 1930 di Candung. Bukitting.
Bergerak dalam bidang sosial. Pendidkan dan dakwah. Pendirinya adalah para alim
ulama tersohor di Sumatera Barat, di antaranya ialah Syekh Suleman Arrasuli
Candung, Syekh Muhammad Jamil Jaho Padang Panjang, dan Syekh Abdul Wahid Tabek
Gadang. PERTI bertujuan untuk mengembangkan pendidikan dan pengajaran dengan
mendirikan madrasah-madrasah serta memajukan amal-amal sosial dan dakwah dengan
membangun masjid-masjid dan langgar-langgar. Mendirikan madrasah antaranya
madrasah Tarbiyah Islamiya, madrasah Awaliyah, Madrasah Tsanawiyah dan Kuliah
Syari’ah.
h.
Persyarikatan Ulama
Merupakan
perwujudukan dari lahirnya gerakan-gerakan pembaruan di Indonesia, dan hal ini
khususnya terjadi di daerah Majalengka, Jawa Barat. Adalah inisiatif dari KH.H
Abdul Halim pada tahun 1917. Tepatnya 1916 didirikan suat lembaga pendidikan
yang bersifat modern, dengan nama Jam’iyat I’anat al-Musta’alimin, yang
mendapat sambutan baik dari masyarakat Islam saat itu sebab sistem modern yang
diperkenalkan sudah menjadi dambaan dan keinginan masyarakat yang sudah
berpikiran maju.
i.
Al-Jam’iyatul Washliyah
Al-Washliyah
adalah organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang sosial keagamaan di
Indonesia. Organisasi ini didirikan di Medan, Sumater Utara pada 30 November 1930
(09 Rajab 1349 H). Al-Washliyah banyak mendirikan pendidikan dalam berbagai
tingkatan, seperti madrasah Ibtidaiyah (6 tahun), MTs (3 tahun), Madrasah
Qismul ‘Ali ( tahun), madrasah Mu’alimin (3 tahun), PGA, SD Al Washliyah (6
tahun), SMP Al-Washliyah ( 3 tahun) dan SMA Al-Washliyah (3 tahun).
2.
Proses Penyatuan Sistem Penyelenggaraan Dan Lahirnya
Madrasah Negeri
Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah
satu alat sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat
berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian
dan bantuan nyata berupa tuntutan dan bantuan material dari pemerintah.
Kementerian Agama mengeluarkan peraturan Menteri Agama
Nomor 1 Tahun 1952. Menurut ketentuan ini, yang dinamakan madrasah ialah tempat
pendidikan yang telah diatur sebagai sekolah dan memuat pendidikan umum dan
ilmu pengetahuan agama Islam menjadi pokok pengajarannya.
Menurut ketentuan tersebut, jenjang pendidikan dalam
madrasah tersusun sebagai berikut:
a.
Madrasah ibtidaiyah 6 tahun;
b.
Madrasah Tsanawiyah 3 tahun;
c.
Madrasah Aliyah 3 tahun.
Usaha penegerian madrasah
(asalnya swasta) dimulai dengan adanya penetapan Menteri Agama RI nomor I Tahun
1959 tentang Pengasuhan dan Pemeliharaan Sekolah Rakyat Islam di Provinsi Aceh.
Keputusan Menteri Agama Nomor 104 tahun 1962 menjadi Madrasah Ibtidaiyah Negeri
(MIN). Pada tahun 1967 terbuka kesempatan untuk menegerikan madrasah untuk
semua tingkatan, yaitu Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah
Negeri (MTsN), dan Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN). Dengan adanya
kesempatan tersebut, maka jumlah keseluruhan madrasah negeri yaitu MIN 358
buah. MTsN 182 buah, dan MAAIN 42 buah.
Pada tahun 1970 dengan
keputusan Menteri Agama Nomor 213 Tahun 1970, tidak ada lagi penegerian
madrasah-madrasah swasta disebabkan terbatasnya fasilitas dan pembiayaan yang
ada.
3.
Lahirnya SKB3 Menteri, SKB 2 Menteri dan Penetapan
Kurikulum 1984
Menurut SKB 3 Menteri tersebut, yang dimaksud dengan
madrasah ialah Lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran dasar yang
diberikan sekurang-kurangnya 30 persen di samping mata pelajaran umum di mana
madrasah ini mencakup madrasah ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah Dasar,
Madrasah Tsanawiyah setingkat SMP dan Madrasah Aliyah setingkat dengan SMA.
Dengan SKB 3 menteri tersebut, ditetapkan hal-hal
berikut.
a.
Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan
nilai ijazah sekolah umum yang setingkat.
b.
Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum
setingkat lebih atas.
c.
Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang
setingkat.
Pada tahun 1984 dikeluarkan
lagi SKB 2 Menteri antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Agama
Nomor 299/U/1984 dan Nomor 45 Tahun 1984 tentang pengaturan pembakuan kurikulum
sekolah umum dan kurikulum madrasah. SKB 2 menteri ini dijiwai oleh ketetapan
MPR Nomor II/TAP/MPR/1983 tentang perlunya penyesuaian sistem pendidikan
sejalan dengan daya kebutuhan pembangunan di segala bidang.
Adapun esensi dari pembakuan
kurikulum sekolah umum dan madrasah ini memuat hal-hal berikut.
a.
Kurikulum sekolah umum dan kurikulum madrasah terdiri
dari program inti dan program khusus.
b.
Program inti dimaksudkan dalam upaya memenuhi tujuan
pendidikan sekolah umum dan madrasah yang secara kualitas adalah sama.
c.
Program khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan
bekal kemampuan siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi bagi sekolah
atau madrasah tingkat menengah atas.
d.
Pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan
madrasah mengenai sistem kredit, bimbingan karier, ketuntasan belajar dan
sistem penilaian adalah sama.
e.
Hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarana
pendidikan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan diatur bersama
oleh kedua Departemen yang bersangkutan.
Rumusan kurikulum 1984
memuat hal-hal yang cukup strategis sebagai berikut.
a.
Program kegiatan kurikulum madrasah (MI, MTs, dan MA)
tahun 1984 dilakukan melalui kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler, baik dalam program inti maupun program pilihan.
b.
Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan
memperhatikan keserasian antara cara seseorang belajar dan apa yang
dipelajarinya.
c.
Penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan
menyeluruh untuk keperluan meningkatkan proses dan hasil belajar serta
pengolahan program.
4.
Madrasah Aliyah Program Khusus
Kelahiran Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) yang
didasari dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 73 tahun 1987 dilatarbelakangi
oleh kebutuhan akan tenaga ahli di bidang agama Islam sesuai dengan tuntutan
pembangunan nasional.
Ciri khas dari MAPK ini adalah komposisi kurikulum
pendidikan agamanya berbeda sekali dengan Madrasah Aliyah yang biasa (umum).
Kalau Madrasah Aliyah biasa umumnya mata pelajaran umum berkisar antara 75
persen dan agama 25 persen, maka MAPK mata pelajaran umum yang diberikan hanya
sekitar 35 persen yaitu 100 beban kredit, sedangkan bidang studi agama mencapai
65 persen atau 186 kredit.
Dari hasil studi kelayakan yang dilakukan pemerintah,
untuk tahap pertama yaitu tahun 1987 ditunjuk sebanyak lima madrasah aliyah
negeri (MAN) sebagai penyelenggara, yaitu MAN Darussalam Ciamis Jawa Barat, MAN
Ujung Pandang, MAN I Yogyakart, MAN Kotobaru Padang Panjang Sumater Barat, dan
MAN Jember Jawa Timur.
Calon siswa yang masuk MAPK ini diseleksi secara ketat
dan harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu sebagai berikut:
a.
Memiliki ijazah/STTB MTsN;
b.
Menduduki peringkat atau rangking 1 s.d 10 DANEM MTsN
pada tingkat Panitia Penyelenggaraan EBTAN dengan nilai Bahasa Arab minimal 7;
c.
berumur maksimal 18 tahun
d.
bersedia tinggal di asrama
e.
berbadan sehat
f.
mendapat persetujuan orang tua
g.
berkelakuan baik
Dari persyaratan-persyaratan
tersebut, tampak jelas bahwa siswa yang diterima di MAPK merupakan siswa MTsN
terbaik, minimal ia harus masuk rangking 10 besar serta nilai Bahasa Arabnya
minimal 7.
5.
Perintisan Wajib Belajar 9 Tahun di Madrasah
Dengan lahirnya UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem
Pendidikan Nasional, yang diikuti dengan beberapa Peraturan Pemerintah sebagai
kerangka acuan penyelenggaraannya, terutama PP nomor 28 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar, maka jenjang pendidikan dasar yang merupakan program wajib
belajar adalah 9 tahun, meliputi Madrasah Ibtidaiyah 6 tahun dan Madrasah
Tsanawiyah 3 tahun. Wajib belajar itu sendiri secara resmi dicanangkan oleh
Presiden Soeharto pada 2 mei 1994.
Pada pasal 4 ayat (3) PP nomor 28 Tahun 1990
disebutkan bahwa: SD khas agama Islam dan SLTP yang berciri Departemen Agama
masing-masing disebut Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Dengan
demikian, kedua madrasah tersebut tergolong ke dalam jenis pendidikan dasar.
Sebagaimana tersebut pada Pasal I ayat (1) PP
tersebut, dikemukakan bahwa yang dimaksud pendidikan dasar adalah pendidikan
umum yang lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama 6 tahun di SD dan 3
tahun di SLTP atau satuan pendidikan yang sederajat.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa
MI dan MTs merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan dasar
di Indonesia. Dengan demikian, eksistensi MI dan MTs sebagai lembaga pendidikan
bersama-sama SD dan SMP telah mengukuhkan legalitas peranan MI dan MTs
khususnya dalam pelayanan pendidikan dasar. Ini berarti bahwa kehadirannya
telah menjadi kesatuan sistem dalam Sistem Pendidikan Nasional.
6.
Kelahiran Kurikulum 1994
Di dalam Pasal 37 UU Nomor 2 tahun 1989 dinyatakan
bahwa : kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan
memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaiannya dengan lingkungan,
kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta kesenian sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.
Status keberadaan madrasah seperti itu tampaknya
mempunyai konsekuensi tersendiri bagi madrasah. Di lembaga pendidikan umum yang
sama dengan sekolah-sekolah umum, sedangkan pihak lain, madrasah memiliki
tanggung jawab sebagai lembaga pendidikan Islam.
Untuk mewujudkan tuntutan UU nomor 2 tahun 1989 dan
beberapa peraturan pemerintah tersebut di atas,. Salah satu dari ketentuan itu,
menteri agama telah mengeluarkan ketentuan mengenai kurikulum madrasah yang
berlaku secara nasional, berdasarkan surat Keputusan Nomor 371 Tahun 1993
tentang Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah, Nomor 372 tentang kurikulum Madrasah
Tsanawiyah dan nomor 373 tahun 1993 tentang kurikulum Madrasah Aliyah.
Di antara bagian dari isi pokok ketentuan-ketentuan
tersebut ialah mengenai program pengajaran. ditentukan bahwa setiap madrasah
pada tingkat masing-masing wajib melaksanakan kurikulum mata pelajaran yang di
susun secara nasional.
B.
Pendidikan Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional
Secara historis diketahui bahwa sejak pemerintah Kolonial Belanda
memperkenalkan sistem pendidikannya yang bersifat sekuler, keadaan pendidikan
di Indonesia berjalan secara dualistis. Hal ini berjalan sampai Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya meskipun pada permulaan abad ke-20 sudah
diperkenalkan sistem pendidikan tersebut di atas terutama memasukkan
pengetahuan-pengetahuan umum ke lembaga-lembaga pendidikan Islam dan memakai
sistem klasikal. Namun, ternyata suasana ketradisionalannya masih terlihat
sekali.
Keadaan tersebut kenyataannya sangat merugikan bangsa Indonesia,
utamanya umat Islam. Oleh sebab itu, umat Islam sangat tercecer terutama di
bidang pendidikan, dan kerugiannya nanti lebih dirasakan setelah Indonesia
merdeka. Jadi pemerintah dan bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaan masih
mewarisi sistem pendidikan yang bersifat dualistis tersebut.
1.
Sistem pendidikan dan pengajaran modern yang bercorak
sekuler atau sistem pendidikan dan pengajaran pada sekolah-sekolah umum yang
merupakan warisan dari pemerintah kolonial Belanda.
2.
Sistem pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang di
kalangan umat Islam sendiri, yaitu sistem pendidikan dan pengajaran yang
berlangsung di surau atau langgar, masjid, pesantren, dan madrasah yang
bersifat tradisional dan bercorak keagamaan semata-mata.
Dalam Pasal 31 ayat (2) UUD
1945 disebutkan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang”. Dimaksud satu sistem
pengajaran nasional” adalah suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang bisa
memelihara pendidikan kecerdasan akal budi secara merata kepada seluruh rakyat,
yang bersendi agama dan kebudayaan bangsa, untuk mewujudkan keselamatan dan
kebahagiaan masyarakat bangsa Indonesia seluruhnya.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan undang-undang yang mengatur
penyelenggaraan satu sistem pendidikan nasional sebagaimana dikehendaki UUD
1945. Melalui proses yang melelahkan, sejak Indonesia meredeka hingga tahun
1989 dengan kelahiran UU nomor 2 Tahun 1989, dan kemudian disempurnakan menjadi
UU nomor 20 tahun 2003, merupakan puncak dari usaha mengintegrasikan pendidikan
Islam ke dalam sistem pendidikan nasional.
Berarti UU nomor 20 tahun
2003 merupakan wadah formal terintegrasinya pendidikan Islam dalam sistem
pendidikan nasional, dan dengan adanya wadah tersebut, pendidikan Islam
mendapatkan peluang serta kesempatan untuk terus dikembangkan.
Kalau dianalisis lebih
lanjut tentang perbandingan antara pendidikan nasional dengan pendidikan Islam,
maka akan lebih terlihat bahwa pada dasarnya pendidikan Islam merupakan bagian
tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional dan selalu berjalan searah.
1.
Pada pembukaan UUD 1945 yang berbunyi untuk memajukan
kesejateraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa… dan seterusnya, merupakan
cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus menjadi tujuan pendidikan nasional.
Hal tersebut bila dipandang dari konsep pendidikan Islam tida k bertentangan dan menyalahi tujuan
pendidikan Islam. Wajar sekali kalau kedua sistem dikembangkan secara terpadu,
karena berorientasi pada tujuan dan wadah yang sama.
2.
Sebagaiman dikehendaki founding father. Kenyataan ini
bila ditinjau dari aspek operasional pendidikan Islam, kiranya bisa dianalisis
seperti berikut:
(a)
Bahwa pendidikan kecerdasan akal budi, merupakan usaha
untuk menumbuhkan kembangkan.
(b)
Ummat Islam adalah mayoritas bagi bangsa indonesia,
karenanya agama dan kebudayaan yang dijadikan sendi pendidikan nasional.
(c)
Oleh para pendiri bangsa dan negara ini, tujuan
pendidikan nasional dirumuskan secara sangat sederhana yaitu menuju ke arah
keselamatan dan kebahagian masyarakat.
3.
Tidak bisa dipungkiri bahwa unsur-unsur budaya Islam
telah menjadi bagian integral dari warisan budaya bangsa, sehingga pendidikan
nasonal yang bertujuan untuk memajukan kebudayaan nasional, akan berarti pula
memajukan unsur-unsur budaya.
4.
Sistem pada sekolah-sekolah modern yang juga merupakan
bagian dari warisan budaya bangsa, yang kemudian menjadi inti atau unsur utama
dalam sistem pendidikan nasional. Sistem budaya modern tersebut adalah
aktualisasi potensi fitrah manusia dalam sistem atau lingkugnan budaya bangsa
barat.
Diaturnya pendidikan Islam
dalam sistem pendidikan nasional ini lebih jauh diatur kembali dalam UU No. 20
Tahun 2003.
1.
Fungsi Pendidikan Agama dalam Sistem Pendidikan
Nasional.
Secara eksplisit fungsi pendidikan agama telah
dituangkan dalam penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU nomor 2 tahun 1989, yang
menyebutkan “Pendidikan agama merupakan usah auntuk memperkuat iman dan
ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut peserta
didiknya yang bersangkutan.
Fungsi pendidikan agama dengan tujuan pendidikan
nasional yang tertuang pada pasal 44 UU nomor 2 Tahun 1989 yaitu: “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa…”
Gambaran tentang peranan madrasah dan pondok pesantren
dapat dilihat dibawah ini :
1.
Madrasah dan pondok pesantren telah menunjukkan
kemampuan untuk tumbuh dan berkembang dalam mengahdapi berbagai tantangan
zaman, serta kemampuannya untuk memasuki pelosok daerah terpencil disamping
kemampuannya untuk tetap tumbuh dan berkembang di daerah perkotaan yang modern
dan sangat maju.
2.
Madrasah dan pondok pesantren sebagaian besar adalah
perguruan swasta yang berkemampuan tinggi untuk berswakarsa dan berswakarya
alam menyelenggarakan pendidikan. Dengan perkataan lain, madrasah dari pondok
pesantren telah menujukkan kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang di atas kemampuan
kekuatan sendiri, dengan memobilisasi sumber daya yang tersedia di masyarakat
pendukungnya.
3.
Madrasah dan pondokpesantren yang memiliki ciri khas
sebagai pusat pendidikan, pengembangan dari penyebaran agama Islam, diharapkan
dan telah membuktikan diri dapat emnghasilkan keluaran atau out put yang
berkualitas dan potensial untuk menjadi pendidik khsusunya di bidang pendidikan
agama Islam.
4.
Madrasah dan pondok pesantren memiliki potensi yang
cukup besar untuk bersama-sama satuan pendidikan lainnya di dalam sistem
pendidikan nasional untuk menuntaskan wajib belajar tingkat SLTP dan pelaksana
pendidikan dasar 9 tahun.
Adapun madrasah umumnya didirikan atas inisiatif
masyarakat Islam yang tujuan utamanya adalah mendidik para peserta didik
memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan baik. oleh karena itu,
keberadaan fungsi Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah semakin kuat dan
penting.
C.
Implementasi Nilai-Nilai Agama dalam Sistem Pendidikan
Nasional
1.
Keberadaan Mata Pelajaran Agama
Pendidikan dasar, pendidikan keagamaan merupakan
pendidikan wajib bersama-sama dengan 12 bahan kajian lainnya.
2.
Lembaga Penyelenggara Pendidikan Keagamaan
Ada tiga bentuk yaitu:
a.
Pesantren;
b.
Madrasah-madrasah keagamaan (diniyah)
c.
Madrasah-madrasah yang termasuk pendidikan umum
berciri kahas agama yaitu Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah.
Sementara itu MI, MTs, dan MA merupakan pendidikan
umum yang mempunyai ciri khas agama, yaitu agama Islam.
3.
Melekatnya Nilai-Nilai Agama Pada Setiap Mata
Pelajaran
Bentuk ketiga ini pada dasarnya lebih subtil, namun
mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan nilai-nilai
keagamaan pada anak didik. Sebagai contoh dalam hal ini adalah pendidikan MIPA.
Melalui pendidikan ini siswa mempelajari substansi ke MIPA-an yang terdiri atas
dalil-dalil, teori-teori, generalisasi-generalisasi, prinsip-prinsip, dan
konsep-konsep MIPA. Tujuan MIPA adalah untuk memecahkan masalah dan
pengembangan IPTEK. Melalui pendidikan MIPA, siswa juga dapat lebih memahami
betapa agung dan perkasanya Allah SWT, yang menciptakan alam semesta beserta
isinya ini dalam keadaan tertib, sesuai dengan hukum-hukum Allah (sunnatullah)
yang juga disebut hukum alam. Anak didik juga akan menyadari bahwa apa yang
terjadi di alam semesta ini pada dasarnya berasal dari Yang Maha Satu, yaitu
Allah SWT. pendidikan MIPA dapat menjadi wahana untuk pendidikan nilai-nilai agama.
4.
Penanaman Nilai-Nilai Agama di Keluarga
Keluarga merupakan bagian dari pendidikan luar sekolah
sebagai wahana pendidikan agama yang paling ampuh. Keluarga merupakan tempat
pendidikan yang pertama dan utama bagi seseorang, dengan orang tua sebagai kuncinya.
Dalam hal ini Al-Qur’an secara tegas mengungkapkan tentang peranan orang tua
untuk mendidik anak-anaknya, seperti yang dinyatakan dalam Surat Al-Thamrin: 6,
yaitu:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan
Pendidikan sekolah pada dasarnya merupakan perluasan
dari pendidikan dalam keluarga dalam konteks ini mempunyai arti sebagai proses
sosialisasi dan enkulturasi secara berkelanjutan dengan tujuan untuk
mengantarkan anak agar menjadi amnusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, tangguh, mandiri, inovatif, kreatif, beretos kerja setia kawan,
peduli akan lingkungan, dan banyak lagi sebagaimana dirinci dalam tujuan
pendidikan nasional pada GBHN maupun Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
Di beberapa negara maju di mana peranan keluarga
mengalami demasifikasi, akhir-akhir ini ada kecenderungan masyarakatnya untuk
menjadikan (kembali) keluarga sebagai basis bagi pendidikan anak. Di bawah
semboyan back fo familiy, keluarga dihidupkan kembali peranan yang besar dalam
pembentukan watak dan kepribadian anak serta pengembangan nilai-nilai moral.
Dengan demikian, kembali kepada keluarga” merupakan
solusi praktis terhadap berbagai persoalan kemasyarakatan yang terjadi, yang
tidak mudah diatasi jika diserahkan sepenuhnya pada institusi di luar keluarga.
Dan hal ini perlu kesadaran yang sepenuhnya harus
menjadi perhatian para orang tua.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pada paparan dan analisa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengertian
Pendidikan Islam adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik kepada terdidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju kepribadian yang
lebih baik, yang pada hakikatnya mengarah pada pembentukan manusia yang ideal.
Manusia ideal adalah manusia yang sempurna akhlaqnya. Yang nampak dan sejalan
dengan misi kerasulan Nabi Muhammad SAW, yaitu menyempurnakan akhlaq yang
mulia.
2. Pendidikan
Islam di Indonesia sejatinya berlangsung sejak masuknya Islam di Indonesia
dengan masjid sebagai pusat peribadatan dan tempat belajar. Setelah penggunaan
masjid cukup optimal, maka muncullah pesantren yang kemudian menjadi akar
pendidikan Islam di Indonesia.
3. Keberadaan
pesantren senyatanya mendorong lahirnya lembaga-lembaga pendidikan Islam lain
setelah pesantren, di antaranya madrasah, sekolah-sekolah Islam dan Perguruan
Tinggi Islam.
4. Dalam
perjalanannya, lembaga-lembaga pendidikan Islam tak luput dari berbagai
dinamika yang ada, seiring dengan perkembangan zaman. Pesantren, dari jenis
pesantren tradisional ke pesantren modern. Madrasah yang semakin memperbaiki
kualitasnya dengan berbagai upaya, salah satunya peningkatan kualitas guru.
Dan, perguruan tinggi Islam yang dulunya masih berstatus Sekolah Tinggi,
berkembang menjadi Institut hingga akhirnya menjadi Universitas.
B. Saran
Sebagai
manusia biasa yang tidak sempurna, tentulah tulisan-tulisan kami pun banyak
terdapat kekurangan, untuk itu kami menyarankan kepada pembaca yang ingin lebih
memahami Pendidikan Islam di Indonesia untuk tidak menjadi makalah ini sebagai
satu-satunya rujukan, tetapi sebaiknya juga mencari tulisan-tulisan baik dari
buku-buku maupun koran sebagai referensi.
DAFTAR
PUSTAKA
Dhofier, Z. (1982). Tradisi
Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES.
Hasbullah. (2004). Dasar-dasar ilmu
pendidikan edisi revisi. Jakarta Rajawali Pers
Hasan, M. T. 2006. Dinamika
Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Lantabora Press.
Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem
Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan
Pesantren . Jakarta: INIS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar