Rabu, 23 April 2014

Pemikiran Hasan Al-Banna Tentang Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
Hasan Al-Banna adalah seorang tokoh pembaru atau modernis dalam dunia Islam. Beliau dikenal sebagai tokoh pembaru, tidak hanya dalam bidang pendidikan, tetapi juga dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan. Hasan Al-Banna memiliki gagasan bahwa kejumudan umat Islam disebabkan kesalahan dalam bidang pendidikan. Menurut Hasan Al-Banna, Allah telah menjadikan akal manusia sebagai faktor yang dominan dan untuk itu manusia diperintahkan untuk meneliti, menganalisa, dan berpikir.
Oleh karena itu, dalam pemikiran Hasan Al-banna, proses pendidikan yang dibutuhkan adalah bagairnana rnengpayakan agar dapat mengoptimalkan penggunaan daya pikir pada anak didik. Sebab, dengan proses pendidikan yang mampu mendorong terciptanya kekuatan daya pikir dan rasa tersebutlah yang dapat menciptakan anak didik memiliki kualitas yang tinggi dan siap da1m menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebelum membahas pemikiran pendidikan Hasan Al-Banna secara lebih lanjut, akan diulas secara singkat riwayat hidup Hasan Al-Banna, yang merupakan latar belakang (setting) kehidupan yang mendasari pola pikir di masa depannya. Juga karya-karyanya, yang menggambarkan pokok’pokok pikiran beliau tentang pendidikan.


BAB II
PEMBAHASAN


A.   RIWAYAT HIDUP HASAN AL-BANNA
Nama Iengkap Hasan Al-Banna adalah Hasan bin Ahmad bin Abdur Rahman bin Muhammad Al-Banna. Hasan Al-Banna dilahirkan pada tahun 1906 M, di A1-Mahmudiyah Mesir. Tanggal kelahirannya diperkirakan 25 Sya’ban 1324 H/14 Oktober 1906 M, dan wafat pada tanggal 13 Februari 1949 M. Beliau sepenuhnya hidup pada masa tirani kekuasaan bangsa Eropa, yaitu Inggris dan Prancis.
Hasan Al-Banna, pada masa kecilnya mendapatkan pengajaran langsung dan orangtuanya, Syaikh Ahmad bin Abdurrahman bin Muhammad Al-Banna As-Sadati yang mengajarkan Aiquran, hadis, fiqh, bahasa, dan tasawuf.
Pendidikan formalnya dimulai dan sekolah agama Madrasah ArRasyid Ad-Diniyyat, lalu ia melanjutkan belajar ke sekolah menengah pertama di A1-Mahmudiyat. Tahun 1920 ia melanjutkan belajar ke Madrasah A1-Mu’allimin A1-Awaliyat, sekolah guru tingkat pertama, di Damanhur. Lalu tahun 1923, ia pindah ke Kairo dan belajar di Dar Al-Ulum sampai selesai pada tahun 1927. Di sini ia mempelajani ilmu-ilmu pendidikan, filsafat, psikologi dan logika, serta ia juga tertanik pada masalah-masalah politik, industri, dan olahraga.
Setelah lulus dan Dar Al-Ulum, dengan predikat cumiciude, lalu ia diangkat menjadi guru di salah satu sekolah menengah di kota Isma’iliyat, daerah terusan Suez. Menjadi guru adalah cita- cita Hasan Al-Banna sejak kecil. Karena guru menurut Hasan Al-Banna merupakan sumber cahaya terang bende rang yang dapat menerangi masyarakat.



B.   Karya-Karya Hasan Al-Banna
Karya-karya Hasan Al-Banna banyak dituangkan dalam bentuk risalah, yang ditulis sepanjang masa hidupnya, dan banyak dituangkan dalam majalah Ikhwan Al-Muslirnin. Risalah-risalah tersebut akhirnya dikumpulkan dan dijilid menjadi satu buku dengan judul Majmu’at Rasa’il Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna. Adapun judul dan masing-masing risalah tersebut, antara lain sebagai berikut.
1.    Da’watuna, tulisan ini secara khusus membahas tentang gerakan dakwah Ikhwan Al-Muslirnin, kesucian dalam berdakwah, kasih sayang dalam dakwah, sarana dakwah, dan lain-lain.
2.    Ila Ayyi Syai’ Nad’u An-Nas, berisi tentang tolak ukur dakwah, tujuan hidup manusia dalam Alquran, pengorbanan, tujuan, sumber tujuan, dan lain-lain.
3.    Nahwa An-Nur, berisi tentang saran-saran yang ditujukan kepada raja Faruq (Mesir), yakni berupa tanggung jawab seorang pemimpin, orientasi Islam, peradahan Barat dan Islam, dan kebangkitan umat Islam, dan lain-lain.
4.    Risalât At-Ta’lIm, berisi tentang sepulub komitmen bagi para kader ikhwan dalam mencapai keberhasilan.
5.    Dan masih banyak lagi risalah-risalah lain yang terhimpun dalam buku pertama ini.
Selain buku utama, yang berisi kumpulan risaIah di atas, juga ada buku lain yang berjudul Mudzakkirat Ad-Da’wat wa Ad-Da’iyat. Buku ini berisi tentang perjalanan hidup Hasan Al-Banna dan perjalanan dakwahnya. Buku ini membahas tentang pengalaman intelektual, ruhani, dan jasmani dalam berdakwah. Buku ini menggambarkan secara iengkap tentang kepribadian, intelektual, dan gerak langkah dakwah Hasan Al-Banna.




C.   Pemikiran Hasan Al-Banna Tentang Pendidikan Islam
1.    Konsep Manusia
Hasan Al-Banna sangat tertarik dengan pengkajian tentang hakikat manusia. Manusia merupakan objek kajian yang paling menarik, karena unsur pribadinya yang unik, dan hakikat manusia itu sendiri juga sulit untuk dipahami oleh manusianya sendiri.
Dalam pandangan Hasan Al-Banna, manusia terdiri dan beberapa unsur pokok, yaitu 1) jasmani atau badan, 2) hati (qalb), dan 3) akal. Jasmani identik dengan jasad atau badan, yang secara fisiologi memiliki makna tubuh yang terdiri atas tulang, daging, kulit dan lain-lain, Jasmani memiliki anggota tubuh yang terdiri atas kepala, mata, hidung, telinga, mulut, kaki dan sebagainya. Selain itu, ada beberapa indikator yang menunjukkan bahwa manusia memiliki unsur jasmani, yaitu makanan, minuman, pakaian, dan adanya gerak fisik.
Pertama, jasmani. Jasmani yang dimiliki manusia harus dirawat, dan digerakkan sesuai dengan fungsinya. OIeh karena itu, diperlukan suatu sistem pendidikan yang memperhatikan aspek jasmani. Dalam dunia pendidikan, pemberdayaan aspek jasmani sangat diperhatikan agar anak didik terampil, cekatan, dan terhindar dari berbagai kerusakan, terutama dari berbagai macam penyakit. Pendidikan jasmani ini dikategorikan ke dalam domain psikomotorik.
Kedua, akal. Akal sebagai alat untuk menyingkap rahasia-rahasia alam dan pernak-pernik alam nyata. Dengan kegiatan itu akan bertambah kualitas intelektual dan pemikiran anak didik. Akal yang dimiliki manusia harus difungsikan untuk berpikir. OIeh karena itu, perlu adanya sistem pendidikan yang menekankan kepada aspek akal dan sesuai dengan fungsinya. Dalam dunia pendidikan, akal dapat dikatagorikan ke dalam domain kognitif. Ketiga, hati (qalb). Hati (qalb) adalah wadah dari pengajaran, kasih sayang, rasa takut, dan keimanan. Oleh karena itu, hati manusia menampung hal-hal yang dapat disadari oleh pemiliknya. Hati pada diri manusia dapat melahirkan berbagai macam aktivitas. Apabila hatinya baik maka aktivitasnya baik, sebaliknya apabila hatinya tidak baik maka aktivitasnya pun tidak baik. Dalam konteks pendidikan, pendidikan qalb termasuk domain afektif.
2.    Konsep Pendidikan
Istilah pendidikan dalam konteks ajaran Islam Iebih banyak dikenal dengan menggunakan term kata ‘at-tarbiyah, at-ta’lim, at-tahzib, arriyadhah’, dan lain-lain. Hasan Al-Banna sering menggunakan istilah pendidikan dengan ‘at-tarbiyah’ dan at-ta’lim. At-Tarbiyah adalah proses pembinaan dan pengembangan potensi manusia melalui pemberian berbagai ilmu pengetahuan yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran agama. Dalam penggunaan kata ‘at-tarbiyah’ mi, Hasan Al Banna sering pula menggunakannya untuk pendidikan jasmani, pendidikan akal, dan pendidikan qalb. Sedangkan At-Ta’lim adalah proses transper ilmu pengetahuan agama yang menghasilkan pemahaman keagamaan yang baik pada anak didik sehingga mampu melahirkan sifat-sifat dan sikap-sikap yang positif. Sifat dan sikap positif yang dimaksud adalah ikhlas, percaya diri, kepatuhan, pengorbanan, dan keteguhan.
Bertolak dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa konsep Hasan Al-Banna tentang pendidikan meliputi dua sisi, yaitu pengembangan potensi jasmani, akal, dan hati (qalb), yang dimiliki manusia dan sekaligus sebagai pewarisan kebudayaan Islam. Pendidikan dipandang sebagai proses aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki anak didik dengan jalan mewariskan nilai-nilai ajaran Islam. Aktualisasi potensi-potensi yang dikehendaki oleh Hasan Al-Banna adalah dapat melahirkan sosok individu yang memilikil kekuatan jasmani, akal, dan qalb guna mengabdi kepada-Nya, serta mampu menciptakan lingkungan hidup yang damai dan tenteram. Oleh karena itu, pendidikan menurut Hasan Al-Banna harus berorientasi pada ketuhanan, bercorak universal dan terpadu, bersifat positif konstruktif, serta membentuk persaudaraan dan keseimbangan dalam hidup dan kehidupan umat manusia.
3.    Tujuan Pendidikan
Tujuan merupakan masalah pokok dalam pendidikan, karena tujuan dapat menentukan setiap gerak, Iangkah, dan aktivitas dalam proses pendidikan. Penetapan tujuan pendidikan berarti penentuan arah yang akan dituju dan sasaran yang hendak dicapai melalui proses pendidikan, serta menjadi tolok ukur bagi penilaian keberhasilan dalam pelaksanaan pendidikan. Menurut Hasan Al-Banna, tujuan adalah sebuah dasar yang mendorong manusia kepada suatu perjalanan. Dalam kaitan dengan tujuan pendidikan, Hasan Al-Banna menegaskan bahwa tujuan pendidikan yang paling pokok adalah mengantarkan anak didik agar mampu memimpin dunia, dan membimbing manusia lainnya kepada ajaran Islam yang syamil atau komprehensif, serta memperoleh kebahagiaan di atas jalan Islam. Secara terperinci, Hasan Al-Banna menjelaskan tujuan pendidikan ini ke dalam beberapa tingkatan, mulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, organisasi, politik, negara, sampai tingkat dunia. Hal tersebut diuraikan secara panjang lebar dalam kitabnya Risalat At-Ta’lim, dalam Majmu Rasa’il Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-B anna (Iskandariyyah: Dar ad-Da’wah, 1990).
Yang paling relevan dengan kajian kita adalah tujuan pendidikan pada tingkat individu karena individu merupakan sasaran utama dalam program pendidikan. Menurut Hasan Al- anna, tujuan pendidikan pada tingkat individu mengarah pada beberapa hal, di antaranya sebagai berikut.
a.    Setiap individu memiliki kekuatan fisik sehingga mampu menghadapi berbagai kondisi lingkungan dan cuaca.
b.    Setiap individu memiliki ketangguhan akhlak sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan syahwatnya.
c.    Setiap individu memiliki wawasan yang luas sehingga mampu menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang dihadapinya.
d.    Setiap individu memiliki kemampuan bekerja dalam dunia kerjanya.
e.    Setiap individu memiliki pemahaman akidah yang benar berdasarkan Alquran dan sunnah.
f.     Setiap individu memiliki kualitas beribadah sesuai dengan syariat Allah dan rasul-Nya.
g.    Setiap individu memiliki kemampuan untuk memerangi hawa nafsunya dan mengokohkan diri di atas syariat Allah melalui ibadah dan amal kebaikan.
h.    Setiap individu memiliki kemampuan untuk senantiasa menjaga waktunya dan kelalaian dan perbuatan sia-sia, dan
i.      Setiap individu mampu menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.
4.    Materi Pendidikan
Materi pendidikan yang dimaksud adalah semua bahan atau materi yang disajikan kepada anak didik agar tujuan pendidikan yang telah dirumuskan tercapai secara optimal. Hasan Al- Banna menjelaskan mengenai materi pendidikan ini meliputi materi pendidikan akal, jasmani, dan hati (qalb).
Pertama, materi pendidikan akal. Potensi akal merupakan potensi yang cukup urgen pada diri seseorang karena ia sebagai dasar pemberian beban hukum, dan sebagai tolok ukur penentuan balasan baik dan buruk bagi perbuatannya. Oleh karena itu, akal manusia membutuhkan beberapa materi ilmu pengetahuan agar mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Hasan Al-Banna memberikan perhatian yang cukup serius terhadap perkembangan akal anak didik. ilmu pengetahuan agama dan cabang-cabangnya merupakan materi pendidikan yang dapat mengembangkan potensi akal anak didik. Adapun materi pendidikan akal terdiri atas ilmu pengetahuan agama, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengertahuan sosial beserta cabang-cabangnya. Materi ilmu pengetahuan agama sebagai dasar pertama bagi anak didik sebelum ia mempelajari ilmu pengetahuan Iainnya. Namun, ketiga materi tersebut hendaknya dipelajari oleh anak didik untuk mencapai ma’rifatullah.
Kedua, pendidikan jasmani. Potensi jasmani dengan berbagai anggotanya pada diri seseorang sangat membutuhkan pemeliharaan dan penambahan kualitas perkembangannya. Pemeliharaan kebersihan dan kesehatan terhadap semua anggota jasmani merupakan wujud nyata dari pendidikan jasmani. Oleh karena itu, anak didik harus memiliki ilmu pengetahuan yang dapat mengantarkannya pada kesadaran akan pentingnya kebersihan dan kesehatan.
Ketiga, materi pendidikan hati (qalb). Potensi qalb atau hati pada anak didik menjadi perhatian penting dalam pendidikan Hasan Al-Banna, karena salah satu tujuan dan pendidikan adalah untuk menghidupkan hati, membangun, dan menyuburkannya. Kekerasan dan kebekuan hati merupakan penghambat dalam memperoleh ilmu pengetahuan, yang tujuannya tiada lain adalah untuk mencapai ma’rifatullah.
5.    Metode Pendidikan  
Metode diartikan cara atau jalan yang dilalui untuk mencapa tujuan, dalam hal ini mencapai tujuan pendidikan. Tujuan utama penggunaan metode ini adalah untuk rnemperoleh efektivitas dan kegiatan pendidikan. Adanya efektivitas ditandai dengan terwujudnya keharmonisan hubungan antara pendidik dan peserta didik sehingga di antara keduanya timbul rasa senang mengerjakan suatu pekerjaan karena apa yang dikerjakannya itu ada manfaatnya.
Hasan Al-Banna mempunyai perhatian yang sungguh-sungguh terhadap metode pendidikan. Menurutnya, keberhasilan pembinaan yang dii akukan adalah karena adanya guru atau pendidik yang baik. Pendidik yang baik ditandai dengan beberapa kriteria, di antaranya ia hartis memiliki;
a.    pemahaman Islam yang benar,
b.    niat yang ikhlas karena Allah,
c.    aktivitas hidup dan kehidupan yang dinamis,
d.    kesanggupan dan menegakkan kebenaran,
e.    pengorbanan jiwa, harta, waktu, kehidupan, dan segala sesuatu yang dimilikinya,
f.     kepatuhan dan menjalankan syariat Islam,
g.    keteguhan hati,
h.    kemurnian pola pikir,
i.      rasa persaudaraan yang berdasarkan ikatan akidah, dan sifat kepemimpinan.
Hasan Al-Banna sangat memperhatikan pendidik sebagai faktor penentu dalam keberhasilan proses pendidikan. Menurutnya, salah satu keberhasilan pendidikan ditentukan oleh kualitas pendidik, baik kualitas dari segi keilmuan maupun kualitas keteladanan atau akhlaknya, Oleh karena itu, seorang pendidik dituntut untuk senantiasa bekerja secara professional, yakni memiliki kompetensi, komitmen, wawasan, visi, sikap, dan penampilan yang sesuai dengan kultur lingkungannya. Kompetensi berati memiliki keahlian yang bermutu, yang muncul dan pendidikan dan pelatihan khusus, seperti lembaga pendidikan guru. Guru yang berkompetensi adalah mereka yang benar-benar ahli, terampil, cakap, tangguh, dan berkualitas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Komitmen dan seorang pendidik adalah adanya keterikatan yang tinggi pada profesi dan lembaga di tempat ia bekerja, dan senantiasa berusaha meningkatkan dan mempertahankan kualitas kinerja dan hasil yang dicapainya. Hasan Al-Banna menegaskan ada sepuluh komitmen yang harus dipegang oleh seorang pendidik, yaitu 1) pemahaman, 2) ikhlas, 3) aktivitas, 4) berjuang, 5) pengorbanan, 6) kepatuhan, 7) keteguhan, 8) kemurnian, 9) persaudaraan, dan 10) kepercayaan.
Wawasan yang luas dan seorang pendidik sangat diperlukan, baik di bidang pekerjaannya maupun di luarnya. Dengan wawasan yang luas, ia akan mampu membedakan persoalan-persoalan yang dapat diselesaikan, sehingga ia juga mampu membuat program yang jauh dan sekadar harapan, impian, atau ramalan.
Sikap dan penampilan yang sesuai dengan kultur lingkungannya dan seorang pendidik adalah memiliki akhlak yang mulia; terbuka, jujur, adil dan demokratis; percaya diri dan mandiri, tetapi tidak sombong; menghormati pendapat orang lain dengan cara-cara yang baik; agresif dalam menciptakan peluang, tetapi tidak destruktif terhadap orang lain; menyukai tantangan, mengemban amanat dengan baik dan penuh tanggung jawab yang disertai keihklasan; mampu berkomunikasi dengan lingkungan secara baik, berpakaian rapih dan bersih, berani mengambil risiko, menguasai berbagai bahasa, menaati tata krama dan tata tertib, serta bersikap bijak dalam menghadapi berbagai persoalan.
Adapun metode pendidikan yang ditawarkan oleh Hasan Al-Banna meliputi enam metode, yaitu 1) metode diakronis, 2) metode sinkronik-analitik, 3) metode hallul muskilat, 4) metode tajribiyyat, 5) metode al-istiqra’iyyat, dan 6) metode al-istinbathi’yat. Dan keenam metode mi, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.    Metode diakronis, yaitu suatu metode pengajaran yang menonjolkan aspek sejarah. Metode ini memberi kemungkinan ilmu pengetahuan sehingga anak didik memiliki pengetahuan yang relevan, memiliki hubungan sebab akibat atau kesatuan integral. Oleh karena itu, metode ini disebut juga dengan. metode sosio-historis.
b.    Metode sinkronik-analitik, yaitu metode pendidikan yang memberi kemampuan analisis teoretis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental-intelektual. Metode ini banyak menggunakan teknik pengajaran seperti diskusi, lokakarya, seminar, resensi buku, dan lain-lain,
c.    Metode hallul musykilat (problem solving), yaitu metode yang digunakan untuk melatih anak didik berhadapan dengan berbagai masalah dan berbagai cabang ilmu pengetahuan sehingga metode ini sesuai untuk mengembangkan potensi akal, jasmani, dan qalb.
d.    Metode tajribiyyat (empiris), yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh kemampuan anak didik dalam mempelajari ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum melalui realisasi, aktualisasi, serta internalsasi sehingga menimbulkan interaksi sosial. Metode ini juga sangat cocok untuk pengembangan potensi akal, hati. dan jasmani.
e.    Metode al-istiqraiyyat (induktif), yaitu metode yang digunakan agar anak didik memiliki kemampuan riset terhadap ilmu pengetahuan agama dan umum dengan cara berpikir dan hal- hal yang khusus kepada hal-hal yang umum, sehingga metode ini sesuai untuk mengembangkan potensi akal dan jasmani.
f.     Metode al-istinbathiyyat (deduktif), yaitu metode yang digunakan untuk menjelaskan hal-hal yang umum kepada hal-hal yang khusus, kebalikan dan metode induktif.


BAB III
PENUTUP


A.   Kesimpulan
Adapun kesimpulan dan pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan adalah sebagai berikut.
1.    Hasan Al-Banna memberikan uraian secara panjang lebar perihal pendidikan Islam, mulai dari tujuan, materi, dan metode pendidikan.
2.    Materi pendidikan meliputi tiga aspek, yaitu materi pendidikan akal, jasmani, dan hati (qalb), Ketiga materi tersebut dapat diperoleh dari ilmu pengetahuan agama, eksakta, ilmu sosial dan cabang-cabangnya,
3.    Metode pendidikan yang dapat diterapkan dalam proses pendidikan meliputi enam model, yaitu metode diakronis, sinkronik-analitik, hallul musykilat, tajribiyyat, al-istiqraiyyat, dan metode al-istinbathiyyat.


DAFTAR BACAAN


Susanto. (2010). Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah, cet-2



KATA PENGANTAR
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$#

Alhamdulillah Robbil Alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang karena limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Pemikiran Pendidikan Islam dengan judul Pemikiran Pendidikan Islam Hasan Al-Bana”.

Demikianlah makalah ini penulis susun dengan harapan dapat menjadi mafaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Atas kritik dan saran yang diberikan untuk dapat menyempurnakan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi suatu pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Amin…

Muara Bulian,   Desember  2012

                              Penulis


DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii

BAB I        PENDAHULUAN
a.    Latar Belakang.............................................................................. 1

BAB II       PEMBAHASAN
a.    Riwayat hidup Hasan Al-Bana ................................................ 2
b.    Karya-Karya Hasan Al-Bana .................................................... 3                       
c.    Pemikiran Hasan Al-Bana Tentang Pendidikan Islam. ...... 4

BAB III      PENUTUP
a.    Kesimpulan................................................................................ 12

DAFTAR BACAAN




Tidak ada komentar:

Posting Komentar