BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hasan Al-Banna adalah
seorang tokoh pembaru atau modernis dalam dunia Islam. Beliau dikenal sebagai
tokoh pembaru, tidak hanya dalam bidang pendidikan, tetapi juga dalam bidang
politik, ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan. Hasan Al-Banna memiliki gagasan
bahwa kejumudan umat Islam disebabkan kesalahan dalam bidang pendidikan.
Menurut Hasan Al-Banna, Allah telah menjadikan akal manusia sebagai faktor yang
dominan dan untuk itu manusia diperintahkan untuk meneliti, menganalisa, dan
berpikir.
Oleh karena itu, dalam
pemikiran Hasan Al-banna, proses pendidikan yang dibutuhkan adalah bagairnana
rnengpayakan agar dapat mengoptimalkan penggunaan daya pikir pada anak didik.
Sebab, dengan proses pendidikan yang mampu mendorong terciptanya kekuatan daya
pikir dan rasa tersebutlah yang dapat menciptakan anak didik memiliki kualitas
yang tinggi dan siap da1m menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebelum membahas pemikiran pendidikan
Hasan Al-Banna secara lebih lanjut, akan diulas secara singkat riwayat hidup
Hasan Al-Banna, yang merupakan latar belakang (setting) kehidupan yang mendasari
pola pikir di masa depannya. Juga karya-karyanya, yang menggambarkan
pokok’pokok pikiran beliau tentang pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. RIWAYAT HIDUP HASAN AL-BANNA
Nama Iengkap Hasan Al-Banna
adalah Hasan bin Ahmad bin Abdur Rahman bin Muhammad Al-Banna. Hasan Al-Banna
dilahirkan pada tahun 1906 M, di A1-Mahmudiyah Mesir. Tanggal kelahirannya
diperkirakan 25 Sya’ban 1324 H/14 Oktober 1906 M, dan wafat pada tanggal 13
Februari 1949 M. Beliau sepenuhnya hidup pada masa tirani kekuasaan bangsa
Eropa, yaitu Inggris dan Prancis.
Hasan Al-Banna, pada masa
kecilnya mendapatkan pengajaran langsung dan orangtuanya, Syaikh Ahmad bin
Abdurrahman bin Muhammad Al-Banna As-Sadati yang mengajarkan Aiquran, hadis,
fiqh, bahasa, dan tasawuf.
Pendidikan formalnya dimulai
dan sekolah agama Madrasah ArRasyid Ad-Diniyyat, lalu ia melanjutkan belajar ke
sekolah menengah pertama di A1-Mahmudiyat. Tahun 1920 ia melanjutkan belajar ke
Madrasah A1-Mu’allimin A1-Awaliyat, sekolah guru tingkat pertama, di Damanhur.
Lalu tahun 1923, ia pindah ke Kairo dan belajar di Dar Al-Ulum sampai selesai
pada tahun 1927. Di sini ia mempelajani ilmu-ilmu pendidikan, filsafat,
psikologi dan logika, serta ia juga tertanik pada masalah-masalah politik, industri,
dan olahraga.
Setelah lulus dan Dar
Al-Ulum, dengan predikat cumiciude, lalu ia diangkat menjadi guru di salah satu
sekolah menengah di kota Isma’iliyat, daerah terusan Suez. Menjadi guru adalah
cita- cita Hasan Al-Banna sejak kecil. Karena guru menurut Hasan Al-Banna
merupakan sumber cahaya terang bende rang yang dapat menerangi masyarakat.
B. Karya-Karya Hasan Al-Banna
Karya-karya
Hasan Al-Banna banyak dituangkan dalam bentuk risalah, yang ditulis sepanjang
masa hidupnya, dan banyak dituangkan dalam majalah Ikhwan Al-Muslirnin.
Risalah-risalah tersebut akhirnya dikumpulkan dan dijilid menjadi satu buku
dengan judul Majmu’at Rasa’il Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna. Adapun judul
dan masing-masing risalah tersebut, antara lain sebagai berikut.
1. Da’watuna,
tulisan ini secara khusus membahas tentang gerakan dakwah Ikhwan Al-Muslirnin,
kesucian dalam berdakwah, kasih sayang dalam dakwah, sarana dakwah, dan
lain-lain.
2. Ila
Ayyi Syai’ Nad’u An-Nas, berisi tentang tolak ukur dakwah, tujuan hidup manusia
dalam Alquran, pengorbanan, tujuan, sumber tujuan, dan lain-lain.
3. Nahwa
An-Nur, berisi tentang saran-saran yang ditujukan kepada raja Faruq (Mesir),
yakni berupa tanggung jawab seorang pemimpin, orientasi Islam, peradahan Barat
dan Islam, dan kebangkitan umat Islam, dan lain-lain.
4. Risalât
At-Ta’lIm, berisi tentang sepulub komitmen bagi para kader ikhwan dalam
mencapai keberhasilan.
5. Dan
masih banyak lagi risalah-risalah lain yang terhimpun dalam buku pertama ini.
Selain
buku utama, yang berisi kumpulan risaIah di atas, juga ada buku lain yang berjudul
Mudzakkirat Ad-Da’wat wa Ad-Da’iyat. Buku ini berisi tentang perjalanan hidup
Hasan Al-Banna dan perjalanan dakwahnya. Buku ini membahas tentang pengalaman
intelektual, ruhani, dan jasmani dalam berdakwah. Buku ini menggambarkan secara
iengkap tentang kepribadian, intelektual, dan gerak langkah dakwah Hasan
Al-Banna.
C. Pemikiran Hasan Al-Banna Tentang Pendidikan Islam
1.
Konsep Manusia
Hasan
Al-Banna sangat tertarik dengan pengkajian tentang hakikat manusia. Manusia
merupakan objek kajian yang paling menarik, karena unsur pribadinya yang unik,
dan hakikat manusia itu sendiri juga sulit untuk dipahami oleh manusianya
sendiri.
Dalam
pandangan Hasan Al-Banna, manusia terdiri dan beberapa unsur pokok, yaitu 1) jasmani
atau badan, 2) hati (qalb), dan 3) akal. Jasmani identik dengan jasad atau
badan, yang secara fisiologi memiliki makna tubuh yang terdiri atas tulang,
daging, kulit dan lain-lain, Jasmani memiliki anggota tubuh yang terdiri atas
kepala, mata, hidung, telinga, mulut, kaki dan sebagainya. Selain itu, ada
beberapa indikator yang menunjukkan bahwa manusia memiliki unsur jasmani, yaitu
makanan, minuman, pakaian, dan adanya gerak fisik.
Pertama,
jasmani. Jasmani yang dimiliki manusia harus dirawat, dan digerakkan sesuai
dengan fungsinya. OIeh karena itu, diperlukan suatu sistem pendidikan yang
memperhatikan aspek jasmani. Dalam dunia pendidikan, pemberdayaan aspek jasmani
sangat diperhatikan agar anak didik terampil, cekatan, dan terhindar dari berbagai
kerusakan, terutama dari berbagai macam penyakit. Pendidikan jasmani ini
dikategorikan ke dalam domain psikomotorik.
Kedua,
akal. Akal sebagai alat untuk menyingkap rahasia-rahasia alam dan pernak-pernik
alam nyata. Dengan kegiatan itu akan bertambah kualitas intelektual dan
pemikiran anak didik. Akal yang dimiliki manusia harus difungsikan untuk
berpikir. OIeh karena itu, perlu adanya sistem pendidikan yang menekankan
kepada aspek akal dan sesuai dengan fungsinya. Dalam dunia pendidikan, akal
dapat dikatagorikan ke dalam domain kognitif. Ketiga, hati (qalb). Hati (qalb)
adalah wadah dari pengajaran, kasih sayang, rasa takut, dan keimanan. Oleh
karena itu, hati manusia menampung hal-hal yang dapat disadari oleh pemiliknya.
Hati pada diri manusia dapat melahirkan berbagai macam aktivitas. Apabila
hatinya baik maka aktivitasnya baik, sebaliknya apabila hatinya tidak baik maka
aktivitasnya pun tidak baik. Dalam konteks pendidikan, pendidikan qalb termasuk
domain afektif.
2. Konsep
Pendidikan
Istilah
pendidikan dalam konteks ajaran Islam Iebih banyak dikenal dengan menggunakan
term kata ‘at-tarbiyah, at-ta’lim, at-tahzib, arriyadhah’, dan lain-lain. Hasan
Al-Banna sering menggunakan istilah pendidikan dengan ‘at-tarbiyah’ dan
at-ta’lim. At-Tarbiyah adalah proses pembinaan dan pengembangan potensi manusia
melalui pemberian berbagai ilmu pengetahuan yang dijiwai oleh nilai-nilai
ajaran agama. Dalam penggunaan kata ‘at-tarbiyah’ mi, Hasan Al Banna sering
pula menggunakannya untuk pendidikan jasmani, pendidikan akal, dan pendidikan qalb.
Sedangkan At-Ta’lim adalah proses transper ilmu pengetahuan agama yang
menghasilkan pemahaman keagamaan yang baik pada anak didik sehingga mampu
melahirkan sifat-sifat dan sikap-sikap yang positif. Sifat dan sikap positif
yang dimaksud adalah ikhlas, percaya diri, kepatuhan, pengorbanan, dan
keteguhan.
Bertolak
dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa konsep Hasan Al-Banna tentang
pendidikan meliputi dua sisi, yaitu pengembangan potensi jasmani, akal, dan
hati (qalb), yang dimiliki manusia dan sekaligus sebagai pewarisan kebudayaan
Islam. Pendidikan dipandang sebagai proses aktualisasi potensi-potensi yang
dimiliki anak didik dengan jalan mewariskan nilai-nilai ajaran Islam. Aktualisasi
potensi-potensi yang dikehendaki oleh Hasan Al-Banna adalah dapat melahirkan
sosok individu yang memilikil kekuatan jasmani, akal, dan qalb guna mengabdi
kepada-Nya, serta mampu menciptakan lingkungan hidup yang damai dan tenteram.
Oleh karena itu, pendidikan menurut Hasan Al-Banna harus berorientasi pada
ketuhanan, bercorak universal dan terpadu, bersifat positif konstruktif, serta
membentuk persaudaraan dan keseimbangan dalam hidup dan kehidupan umat manusia.
3. Tujuan
Pendidikan
Tujuan
merupakan masalah pokok dalam pendidikan, karena tujuan dapat menentukan setiap
gerak, Iangkah, dan aktivitas dalam proses pendidikan. Penetapan tujuan
pendidikan berarti penentuan arah yang akan dituju dan sasaran yang hendak
dicapai melalui proses pendidikan, serta menjadi tolok ukur bagi penilaian
keberhasilan dalam pelaksanaan pendidikan. Menurut Hasan Al-Banna, tujuan
adalah sebuah dasar yang mendorong manusia kepada suatu perjalanan. Dalam
kaitan dengan tujuan pendidikan, Hasan Al-Banna menegaskan bahwa tujuan pendidikan
yang paling pokok adalah mengantarkan anak didik agar mampu memimpin dunia, dan
membimbing manusia lainnya kepada ajaran Islam yang syamil atau komprehensif,
serta memperoleh kebahagiaan di atas jalan Islam. Secara terperinci, Hasan
Al-Banna menjelaskan tujuan pendidikan ini ke dalam beberapa tingkatan, mulai
dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, organisasi, politik, negara,
sampai tingkat dunia. Hal tersebut diuraikan secara panjang lebar dalam
kitabnya Risalat At-Ta’lim, dalam Majmu Rasa’il Al-Imam Asy-Syahid Hasan Al-B
anna (Iskandariyyah: Dar ad-Da’wah, 1990).
Yang
paling relevan dengan kajian kita adalah tujuan pendidikan pada tingkat
individu karena individu merupakan sasaran utama dalam program pendidikan.
Menurut Hasan Al- anna, tujuan pendidikan pada tingkat individu
mengarah pada beberapa hal, di antaranya sebagai berikut.
a. Setiap
individu memiliki kekuatan fisik sehingga mampu menghadapi berbagai kondisi
lingkungan dan cuaca.
b. Setiap
individu memiliki ketangguhan akhlak sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu
dan syahwatnya.
c. Setiap
individu memiliki wawasan yang luas sehingga mampu menyelesaikan berbagai
persoalan hidup yang dihadapinya.
d. Setiap
individu memiliki kemampuan bekerja dalam dunia kerjanya.
e. Setiap
individu memiliki pemahaman akidah yang benar berdasarkan Alquran dan sunnah.
f. Setiap
individu memiliki kualitas beribadah sesuai dengan syariat Allah dan rasul-Nya.
g. Setiap
individu memiliki kemampuan untuk memerangi hawa nafsunya dan mengokohkan diri
di atas syariat Allah melalui ibadah dan amal kebaikan.
h. Setiap
individu memiliki kemampuan untuk senantiasa menjaga waktunya dan kelalaian dan
perbuatan sia-sia, dan
i. Setiap
individu mampu menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.
4.
Materi Pendidikan
Materi
pendidikan yang dimaksud adalah semua bahan atau materi yang disajikan kepada
anak didik agar tujuan pendidikan yang telah dirumuskan tercapai secara
optimal. Hasan Al- Banna menjelaskan mengenai materi pendidikan ini meliputi
materi pendidikan akal, jasmani, dan hati (qalb).
Pertama,
materi pendidikan akal. Potensi akal merupakan potensi yang cukup urgen pada
diri seseorang karena ia sebagai dasar pemberian beban hukum, dan sebagai tolok
ukur penentuan balasan baik dan buruk bagi perbuatannya. Oleh karena itu, akal
manusia membutuhkan beberapa materi ilmu pengetahuan agar mampu berfungsi
sebagaimana mestinya. Hasan Al-Banna memberikan perhatian yang cukup serius
terhadap perkembangan akal anak didik. ilmu pengetahuan agama dan
cabang-cabangnya merupakan materi pendidikan yang dapat mengembangkan potensi
akal anak didik. Adapun materi pendidikan akal terdiri atas ilmu pengetahuan
agama, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengertahuan sosial beserta
cabang-cabangnya. Materi ilmu pengetahuan agama sebagai dasar pertama bagi anak
didik sebelum ia mempelajari ilmu pengetahuan Iainnya. Namun, ketiga materi
tersebut hendaknya dipelajari oleh anak didik untuk mencapai ma’rifatullah.
Kedua,
pendidikan jasmani. Potensi jasmani dengan berbagai anggotanya pada diri
seseorang sangat membutuhkan pemeliharaan dan penambahan kualitas
perkembangannya. Pemeliharaan kebersihan dan kesehatan terhadap semua anggota jasmani
merupakan wujud nyata dari pendidikan jasmani. Oleh karena itu, anak didik
harus memiliki ilmu pengetahuan yang dapat mengantarkannya pada kesadaran akan
pentingnya kebersihan dan kesehatan.
Ketiga,
materi pendidikan hati (qalb). Potensi qalb atau hati pada anak didik menjadi
perhatian penting dalam pendidikan Hasan Al-Banna, karena salah satu tujuan dan
pendidikan adalah untuk menghidupkan hati, membangun, dan menyuburkannya.
Kekerasan dan kebekuan hati merupakan penghambat dalam memperoleh ilmu
pengetahuan, yang tujuannya tiada lain adalah untuk mencapai ma’rifatullah.
5. Metode
Pendidikan
Metode
diartikan cara atau jalan yang dilalui untuk mencapa tujuan, dalam hal ini mencapai
tujuan pendidikan. Tujuan utama penggunaan metode ini adalah untuk rnemperoleh
efektivitas dan kegiatan pendidikan. Adanya efektivitas ditandai dengan
terwujudnya keharmonisan hubungan antara pendidik dan peserta didik sehingga di
antara keduanya timbul rasa senang mengerjakan suatu pekerjaan karena apa yang
dikerjakannya itu ada manfaatnya.
Hasan
Al-Banna mempunyai perhatian yang sungguh-sungguh terhadap metode pendidikan.
Menurutnya, keberhasilan pembinaan yang dii akukan adalah karena adanya guru
atau pendidik yang baik. Pendidik yang baik ditandai dengan beberapa kriteria, di
antaranya ia hartis memiliki;
a. pemahaman
Islam yang benar,
b. niat
yang ikhlas karena Allah,
c. aktivitas
hidup dan kehidupan yang dinamis,
d. kesanggupan
dan menegakkan kebenaran,
e. pengorbanan
jiwa, harta, waktu, kehidupan, dan segala sesuatu yang dimilikinya,
f. kepatuhan
dan menjalankan syariat Islam,
g. keteguhan
hati,
h. kemurnian
pola pikir,
i. rasa
persaudaraan yang berdasarkan ikatan akidah, dan sifat kepemimpinan.
Hasan
Al-Banna sangat memperhatikan pendidik sebagai faktor penentu dalam
keberhasilan proses pendidikan. Menurutnya, salah satu keberhasilan pendidikan
ditentukan oleh kualitas pendidik, baik kualitas dari segi keilmuan maupun
kualitas keteladanan atau akhlaknya, Oleh karena itu, seorang pendidik dituntut
untuk senantiasa bekerja secara professional, yakni memiliki kompetensi,
komitmen, wawasan, visi, sikap, dan penampilan yang sesuai dengan kultur
lingkungannya. Kompetensi berati memiliki keahlian yang bermutu, yang muncul
dan pendidikan dan pelatihan khusus, seperti lembaga pendidikan guru. Guru yang
berkompetensi adalah mereka yang benar-benar ahli, terampil, cakap, tangguh,
dan berkualitas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Komitmen
dan seorang pendidik adalah adanya keterikatan yang tinggi pada profesi dan
lembaga di tempat ia bekerja, dan senantiasa berusaha meningkatkan dan
mempertahankan kualitas kinerja dan hasil yang dicapainya. Hasan Al-Banna
menegaskan ada sepuluh komitmen yang harus dipegang oleh seorang pendidik,
yaitu 1) pemahaman, 2) ikhlas, 3) aktivitas, 4) berjuang, 5) pengorbanan, 6)
kepatuhan, 7) keteguhan, 8) kemurnian, 9) persaudaraan, dan 10) kepercayaan.
Wawasan
yang luas dan seorang pendidik sangat diperlukan, baik di bidang pekerjaannya
maupun di luarnya. Dengan wawasan yang luas, ia akan mampu membedakan
persoalan-persoalan yang dapat diselesaikan, sehingga ia juga mampu membuat
program yang jauh dan sekadar harapan, impian, atau ramalan.
Sikap
dan penampilan yang sesuai dengan kultur lingkungannya dan seorang pendidik
adalah memiliki akhlak yang mulia; terbuka, jujur, adil dan demokratis; percaya
diri dan mandiri, tetapi tidak sombong; menghormati pendapat orang lain dengan
cara-cara yang baik; agresif dalam menciptakan peluang, tetapi tidak destruktif
terhadap orang lain; menyukai tantangan, mengemban amanat dengan baik dan penuh
tanggung jawab yang disertai keihklasan; mampu berkomunikasi dengan lingkungan
secara baik, berpakaian rapih dan bersih, berani mengambil risiko, menguasai berbagai
bahasa, menaati tata krama dan tata tertib, serta bersikap bijak dalam
menghadapi berbagai persoalan.
Adapun
metode pendidikan yang ditawarkan oleh Hasan Al-Banna meliputi enam metode,
yaitu 1) metode diakronis, 2) metode sinkronik-analitik, 3) metode hallul
muskilat, 4) metode tajribiyyat, 5) metode al-istiqra’iyyat, dan 6) metode
al-istinbathi’yat. Dan keenam metode mi, secara singkat dapat dijelaskan
sebagai berikut.
a. Metode
diakronis, yaitu suatu metode pengajaran yang menonjolkan aspek sejarah. Metode
ini memberi kemungkinan ilmu pengetahuan sehingga anak didik memiliki
pengetahuan yang relevan, memiliki hubungan sebab akibat atau kesatuan integral.
Oleh karena itu, metode ini disebut juga dengan. metode sosio-historis.
b. Metode
sinkronik-analitik, yaitu metode pendidikan yang memberi kemampuan analisis
teoretis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental-intelektual.
Metode ini banyak menggunakan teknik pengajaran seperti diskusi, lokakarya,
seminar, resensi buku, dan lain-lain,
c. Metode
hallul musykilat (problem solving), yaitu metode yang digunakan untuk melatih
anak didik berhadapan dengan berbagai masalah dan berbagai cabang ilmu
pengetahuan sehingga metode ini sesuai untuk mengembangkan potensi akal,
jasmani, dan qalb.
d. Metode
tajribiyyat (empiris), yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh kemampuan
anak didik dalam mempelajari ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum
melalui realisasi, aktualisasi, serta internalsasi sehingga menimbulkan
interaksi sosial. Metode ini juga sangat cocok untuk pengembangan potensi akal,
hati. dan jasmani.
e. Metode
al-istiqraiyyat (induktif), yaitu metode yang digunakan agar anak didik
memiliki kemampuan riset terhadap ilmu pengetahuan agama dan umum dengan cara
berpikir dan hal- hal yang khusus kepada hal-hal yang umum, sehingga metode ini
sesuai untuk mengembangkan potensi akal dan jasmani.
f. Metode
al-istinbathiyyat (deduktif), yaitu metode yang digunakan untuk menjelaskan
hal-hal yang umum kepada hal-hal yang khusus, kebalikan dan metode induktif.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dan pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan adalah sebagai berikut.
1. Hasan
Al-Banna memberikan uraian secara panjang lebar perihal pendidikan Islam, mulai
dari tujuan, materi, dan metode pendidikan.
2. Materi
pendidikan meliputi tiga aspek, yaitu materi pendidikan akal, jasmani, dan hati
(qalb), Ketiga materi tersebut dapat diperoleh dari ilmu pengetahuan agama,
eksakta, ilmu sosial dan cabang-cabangnya,
3. Metode
pendidikan yang dapat diterapkan dalam proses pendidikan meliputi enam model,
yaitu metode diakronis, sinkronik-analitik, hallul musykilat, tajribiyyat,
al-istiqraiyyat, dan metode al-istinbathiyyat.
DAFTAR
BACAAN
Susanto. (2010). Pemikiran Pendidikan
Islam. Jakarta: Amzah, cet-2
KATA PENGANTAR
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOÏm§9$#
Alhamdulillah Robbil
Alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
karena limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah Pemikiran Pendidikan Islam dengan
judul “Pemikiran Pendidikan Islam
Hasan Al-Bana”.
Demikianlah makalah
ini penulis susun dengan harapan dapat menjadi mafaat bagi penulis khususnya
dan bagi para pembaca pada umumnya. Atas kritik dan saran yang diberikan untuk
dapat menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan menjadi suatu pemikiran bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Amin…
Muara
Bulian, Desember 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL................................................................................................ i
KATA
PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang.............................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN
a. Riwayat
hidup Hasan Al-Bana ................................................ 2
b. Karya-Karya
Hasan Al-Bana .................................................... 3
c. Pemikiran
Hasan Al-Bana Tentang Pendidikan Islam. ...... 4
BAB
III PENUTUP
a. Kesimpulan................................................................................ 12
DAFTAR BACAAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar